Senin, 03 Maret 2014

Menulis Tanpa Promosi


Penulis adalah Motivator, Author, dll.... Begitu ditulis di cover buku. Tujuannya, tidak lain supaya pembaca tertarik. Dulu waktu Imam Ghazali nulis Ihya Ulumiddin, atau Imam Syafii nulis Al Umm, atau Imam Adz Dzahabi nulis Syiar A'lam An Nubula, pake gitu enggak ya? Kayaknya di cover kitab itu gak ada ditulis apa-apa kecuali tulisan nama penulisnya. Misalnya, "ta'alliifu An Nawawi".

Tapi kitab mereka masih dibaca, mereka juga diakui sebagai ahli di bidangnya. Kalau baca sejarah, orang pasti baca Syiar A'lam An Nubula. Kalau belajar tasawwuf orang pasti baca kitab Al-Ghazali. Kalau belajar fiqih pasti buka kitab Syafii, An Nawawi, Zainuddin Al Malibari, dll. Bahkan tidak satu bidang saja. Imam Al Ghazali selain nulis buku tasawwuf juga nulis buku fiqih. Imam Syafii juga nulis tafsir.

Aku jadi teringat cakap seorang ustadz. Katanya; kalau kitab itu ditujukan untuk mengenal Allah dan syariat Allah, maka kitab itu akan terus awet, walau penulisnya telah wafat berpuluh-puluh tahun. Mereka tidak perlu promosi yang berlebih-lebihan, tetapi kitab mereka tetap laris manis.

Jadi marilah menulis untuk mengajak orang taat kepada Allah semata. Yakinlah, tanpa promosi yang berlebihan tulisan itu akan dibaca orang.

Mengenal Kekuasaan Allah Lewat Diri Sendiri

Mengenal Kekuasaan Allah Lewat Diri Sendiri

Sehabis Zuhur tadi aku mendengar ceramah Ustaz Hafiz Yazid di Masjid Al Jihad. Bahasannya tentang Tauhid. Pokok bahasan tentang Mengenal Allah. Dalam ceramah itu Ust Hafiz Yazid menyampaikan pendapat ulama "siapa yang mengenal dirinya maka dia mengenal Allah".

Dijelaskannya, banyak hal dalam diri manusia ini yang menunjukkan kekuasaan Allah itu. Ustaz mencontohkan jemari manusia. Kalau jari itu diluruskan tingginya tidak sama. Tapi kalau dibengkokkan posisinya jadi sama. Jari kelingking yang paling pendek, bisa setara dengan jari tengah y paling panjang.

Kata Ustaz lagi, tangan manusia itu dibuat bersendi-sendi sehingga bisa dibengkok-bengkokkan. karena, tangan itu bisa bengkok dan lurus, sehingga tangan bisa dipergunakan untuk kehidupan manusia. Coba bayangkan seandanya tangan itu lurus saja - tidak bisa dibengkokkan - apakah tangan itu bisa berfungsi? Tentu jawabannya, pasti tidak bbisa difungsikan.

Aku kutip penjelasan ustaz sampai disini aja. Penjelasan ini, mau aku kaitkan dengan diskusi sebelumnya. Soal rasionalitas. Ternyata, dalam tubuh kita ini ada hal yang tidak bisa dijelaskan secara rasional. Ilmu kedokteran atau ilmu lainnya, cuma bisa menjelaskan bagaimana organ ini bekerja. Tetapi belum ada penjelasan tentang alasan bentuk organ diciptakan seperti itu, kalau organ tubuh kita bentuknya berubah apakah bisa berfungsi, dll.

Mengapa jari kelingking itu lebih kecil dan pendek? Mengapa ketika dibengkokkan posisinya sama dengan jari tengah y panjang? Mengapa bentuk harus begitu? Apakah hal itu ada penjelasan rasional?

Nah, kembali kepada kajian tadi..siapa yang bisa mengenal dirinya..bisa melihat ada kekuasaan Allah pada penciptaannya..maka dia akan mengenal Allah. Apa y dikenalnya?

Bahwa Allah itu Maha Berkuasa. Sedangkan manusia itu tidak ada apa-apanya. Manusia bisa berbuat, kalau Allah memberi daya. Kalau tidak maka manusia, tidak bisa berbuat apa-apa.

Sabtu, 01 Maret 2014

Hubungan Doa dan Kentut (2)



Masih soal hubungan kentut dan doa.
Aku teringat peristiwa 15 tahun lalu, waktu itu aku masih kuliah di STIK Pembangunan Medan. Biasanya, kami suka nongkrong di warung samping kampus. Warung bang Siahaaan. Kalau sudah nongkrong, yang diceritain entah apa-apa, termasuk soal perempuan. Seorang teman berkomentar tentang seorang mahasiswi. Menurutnya, cewek itu cantik. Tapi ada pendapat yang membantahnya. Menurutnya, seorang wanita disebut cantik kalau bodynya begini dan begitu. Cewek yang jadi objek pembicaraan itu tidak memiliki ukuran body seperti yang disebutnya.

Aku mau mengaitkan soal "ukuran body" ini dengan rasionalitas tentang Tuhan. Penilaian seorang laki-laki terhadap perempuan sangat subjektif. Tidak kesepakatan bersama seluruh laki-laki yang mendefinisikan bagaimana ukuran cantiknya, eloknya seorang perempuan. Masing-masing punya penilaian tersendiri. Kita, menganggap penilaian yang subjektif sebagai sebuah kewajaran. Tidak ada yang bisa menyalahkan kalau seorang laki-laki menilai seorang wanita itu jelek atau cantik. Paling kita Cuma bilang; "itu menurutmu, tapi menurutku enggak gitu". Hal ini juga terjadi sebaliknya, seorang perempuan punya penilaian terhadap laki-laki yang berbeda satu dengan lainnya.

Penilaian subjektif tentang perempuan (lawan jenis) itu kita anggap sebagai suatu yang rasional.  Lalu ketika kita membincangkan tentang kekuasaan Allah, kita sulit menerimanya secara rasional. Contoh sederhananya begini. Allah berfirman orang yang bertaqwa itu akan dimudahkan rezekinya. Kita pun sholat Duha. Karena keutamaan sholaat Duha ini memudahkan rezeki. Lalu, kita tunggu datangnya rezeki. Kalau rezeki itu datang, misalnya jualan kita lancar, proyek kita jebol, kita baru yakin sholat itu membuka pintu rezeki. Ada faktanya. Kalau faktanya tidak kita temukan kita pun enggan meyakini apa pun yang difirmankan Allah.

Pembicaraan tentang perempuan, saya mau lanjutkan. Saya mau tarik ke soal hubungan seks. Seorang laki-laki memiliki wanita idaman. Wanita itu adalah orang yang menurutnya cantik tadi. Ujung dari ini semua adalah hubungan seksual. Kalau ditanya, "apa rasanya"? Pasti dijawab  "wow luar biasa". Lalu kalau dengan orang yang bukan idamannya, gimana rasanya? Biasanya, orang itu menggeleng. Adakah hubungan "bentuk tubuh" dengan nikmatnya hubungan seksual? Apakah ada penelitian ilmiah yang membuktikan ini?

Semua hubungan manusia (human relations) apapun bentuknya ditenggarai soal perasaan. Kalau kita merasa nyaman dengan seseorang, maka kita akan dekat denganya. Begitu juga dengan hubungan seksual. Itu saja yang mempengaruhi hubungan manusia dengan manusia yang lain. Lucunya banyak orang seolah membenarkan adanya hubungan "bentuk tubuh" dengan kenikmatan seksual.

Lalu mengapa untuk urusan kekuasaan Allah, kita berupaya mencari fakta yang kasat mata. Fakta yang bisa dijamah tangan dan didengar telinga. Padahal dalam kehidupan sehari-hari kita justeru mengabaikan logika kita. Kita lebih memperturutkan perasaan yang justeru membuat kita celaka.  

Orang korupsi itu karena memperturutkan perasaan. Ia merasa harta yang dimilikinya belum memenuhi kebutuhannya. Padahal, faktanya harta itu sudah berlebih untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan keluarganya. Lalu ia mencari jalan untuk mendapatkan kekayaan dengan cara yang menyalahi logikanya. Faktanya, orang korupsi bakal masuk tahanan.
Ketika manusia berusaha mencari Tuhan dengan akalnya, dan tidak menemukannya, apakah memang Allah itu tidak ada? Atau kekuatan akal manusia itu yang sangat terbatas. Ketika manusia ingin membuktikan kekuasaan Allah dengan kasat mata, bisa didengar telinga, lalu manusia tidak bisa menemukannya, apakah memang Allah itu tidak berkuasa atas hidup kita? Lalu, mengapa manusia membenarkan perasaannya yang mengatakan bahwa perempuan yang memuaskan keinginan seksualnya adalah perempuan begini dan begitu.

Apakah hati kita pernah membenarnya adanya kekuasaan Allah yang bekerja dalam hidup kita? Apakah kita mau menafikan itu, dengan mengatakan itu hal yang tidak rasional, tidak bisa dibuktikan secara faktual. Sungguh, kita cuma berdalih saja. Karena banyak kebenaran itu memang tidak bisa dibuktikan secara rasional.

Hubungan Doa dan Kentut

Apa hubungan kentut dengan doa? Kayaknya, gak ada ya. Tidak ada penjelasan rasional yang bisa menerangkan hal itu. Aku sendiri, selama ini berusaha mencari penjelasan rasional ketika memikirkan Allah, ibadah, dan yang berkaitan dengan Allah. Apalagi ketika berbincang dengan orang-orang yang terdidik, selalu aku berusaha menjelaskannya dengan logika.

Tapi tadi aku mengalami peristiwa, bahwa Allah dan kekuasaannya tidak bisa selamanya bisa dijelaskan dengan akal. Kejadiannya begini. Tadi siang, aku jadi khatib sholat Jumat di kampungku Percut. 15 – 20 meter sampai di masjid, perutku ngulah. Mules. Dan betul saja. Begitu sepeda motor kuparkir. Keluarlah angin itu. Aku ke kamar mandi. Ambil wudhu lagi.

Setelah berbenah-benah sejenak, aku masuk majid dan sholat sunnat. Begitu rakaat terakhir, perutku ngulah lagi. Aku was-was. Waktu sholat sudah masuk. Dan aku harus naik mimbar. Saat sujud terakhir itu, aku memohon kepada Allah supaya mengamankan perut ini.

Aku naik mimbar. Saat mengucapkan salam, perut masih terasa mules. Azan berkumandang, perut berangsur pulih. Azan usai, aku pun berdiri. Semua sudah normal kembali. Sholat usai. Aku pulang ke rumah. Makan siang. Beberpa saat usai makan siang, perut kembali ngulah. Kali ini tak tertahan lagi.

Nah, sampai saat ini aku tak mencari penjelasan logis, apa hubungan doaku dengan kentut? Tapi kenyataannya, usai memanjatkan doa itulah perut ini bisa aman. Dan aku bisa menyelesaikan tugas jadi khatib dan imam Jumat dengan lancar