Senin, 03 Maret 2014
Menulis Tanpa Promosi
Penulis adalah Motivator, Author, dll.... Begitu ditulis di cover buku. Tujuannya, tidak lain supaya pembaca tertarik. Dulu waktu Imam Ghazali nulis Ihya Ulumiddin, atau Imam Syafii nulis Al Umm, atau Imam Adz Dzahabi nulis Syiar A'lam An Nubula, pake gitu enggak ya? Kayaknya di cover kitab itu gak ada ditulis apa-apa kecuali tulisan nama penulisnya. Misalnya, "ta'alliifu An Nawawi".
Tapi kitab mereka masih dibaca, mereka juga diakui sebagai ahli di bidangnya. Kalau baca sejarah, orang pasti baca Syiar A'lam An Nubula. Kalau belajar tasawwuf orang pasti baca kitab Al-Ghazali. Kalau belajar fiqih pasti buka kitab Syafii, An Nawawi, Zainuddin Al Malibari, dll. Bahkan tidak satu bidang saja. Imam Al Ghazali selain nulis buku tasawwuf juga nulis buku fiqih. Imam Syafii juga nulis tafsir.
Aku jadi teringat cakap seorang ustadz. Katanya; kalau kitab itu ditujukan untuk mengenal Allah dan syariat Allah, maka kitab itu akan terus awet, walau penulisnya telah wafat berpuluh-puluh tahun. Mereka tidak perlu promosi yang berlebih-lebihan, tetapi kitab mereka tetap laris manis.
Jadi marilah menulis untuk mengajak orang taat kepada Allah semata. Yakinlah, tanpa promosi yang berlebihan tulisan itu akan dibaca orang.
Mengenal Kekuasaan Allah Lewat Diri Sendiri
Mengenal Kekuasaan Allah Lewat Diri Sendiri
Sehabis Zuhur tadi aku mendengar ceramah Ustaz Hafiz Yazid di Masjid Al Jihad. Bahasannya tentang Tauhid. Pokok bahasan tentang Mengenal Allah. Dalam ceramah itu Ust Hafiz Yazid menyampaikan pendapat ulama "siapa yang mengenal dirinya maka dia mengenal Allah".
Dijelaskannya, banyak hal dalam diri manusia ini yang menunjukkan kekuasaan Allah itu. Ustaz mencontohkan jemari manusia. Kalau jari itu diluruskan tingginya tidak sama. Tapi kalau dibengkokkan posisinya jadi sama. Jari kelingking yang paling pendek, bisa setara dengan jari tengah y paling panjang.
Kata Ustaz lagi, tangan manusia itu dibuat bersendi-sendi sehingga bisa dibengkok-bengkokkan. karena, tangan itu bisa bengkok dan lurus, sehingga tangan bisa dipergunakan untuk kehidupan manusia. Coba bayangkan seandanya tangan itu lurus saja - tidak bisa dibengkokkan - apakah tangan itu bisa berfungsi? Tentu jawabannya, pasti tidak bbisa difungsikan.
Aku kutip penjelasan ustaz sampai disini aja. Penjelasan ini, mau aku kaitkan dengan diskusi sebelumnya. Soal rasionalitas. Ternyata, dalam tubuh kita ini ada hal yang tidak bisa dijelaskan secara rasional. Ilmu kedokteran atau ilmu lainnya, cuma bisa menjelaskan bagaimana organ ini bekerja. Tetapi belum ada penjelasan tentang alasan bentuk organ diciptakan seperti itu, kalau organ tubuh kita bentuknya berubah apakah bisa berfungsi, dll.
Mengapa jari kelingking itu lebih kecil dan pendek? Mengapa ketika dibengkokkan posisinya sama dengan jari tengah y panjang? Mengapa bentuk harus begitu? Apakah hal itu ada penjelasan rasional?
Nah, kembali kepada kajian tadi..siapa yang bisa mengenal dirinya..bisa melihat ada kekuasaan Allah pada penciptaannya..maka dia akan mengenal Allah. Apa y dikenalnya?
Bahwa Allah itu Maha Berkuasa. Sedangkan manusia itu tidak ada apa-apanya. Manusia bisa berbuat, kalau Allah memberi daya. Kalau tidak maka manusia, tidak bisa berbuat apa-apa.
Sehabis Zuhur tadi aku mendengar ceramah Ustaz Hafiz Yazid di Masjid Al Jihad. Bahasannya tentang Tauhid. Pokok bahasan tentang Mengenal Allah. Dalam ceramah itu Ust Hafiz Yazid menyampaikan pendapat ulama "siapa yang mengenal dirinya maka dia mengenal Allah".
Dijelaskannya, banyak hal dalam diri manusia ini yang menunjukkan kekuasaan Allah itu. Ustaz mencontohkan jemari manusia. Kalau jari itu diluruskan tingginya tidak sama. Tapi kalau dibengkokkan posisinya jadi sama. Jari kelingking yang paling pendek, bisa setara dengan jari tengah y paling panjang.
Kata Ustaz lagi, tangan manusia itu dibuat bersendi-sendi sehingga bisa dibengkok-bengkokkan. karena, tangan itu bisa bengkok dan lurus, sehingga tangan bisa dipergunakan untuk kehidupan manusia. Coba bayangkan seandanya tangan itu lurus saja - tidak bisa dibengkokkan - apakah tangan itu bisa berfungsi? Tentu jawabannya, pasti tidak bbisa difungsikan.
Aku kutip penjelasan ustaz sampai disini aja. Penjelasan ini, mau aku kaitkan dengan diskusi sebelumnya. Soal rasionalitas. Ternyata, dalam tubuh kita ini ada hal yang tidak bisa dijelaskan secara rasional. Ilmu kedokteran atau ilmu lainnya, cuma bisa menjelaskan bagaimana organ ini bekerja. Tetapi belum ada penjelasan tentang alasan bentuk organ diciptakan seperti itu, kalau organ tubuh kita bentuknya berubah apakah bisa berfungsi, dll.
Mengapa jari kelingking itu lebih kecil dan pendek? Mengapa ketika dibengkokkan posisinya sama dengan jari tengah y panjang? Mengapa bentuk harus begitu? Apakah hal itu ada penjelasan rasional?
Nah, kembali kepada kajian tadi..siapa yang bisa mengenal dirinya..bisa melihat ada kekuasaan Allah pada penciptaannya..maka dia akan mengenal Allah. Apa y dikenalnya?
Bahwa Allah itu Maha Berkuasa. Sedangkan manusia itu tidak ada apa-apanya. Manusia bisa berbuat, kalau Allah memberi daya. Kalau tidak maka manusia, tidak bisa berbuat apa-apa.
Sabtu, 01 Maret 2014
Hubungan Doa dan Kentut (2)
Masih soal hubungan kentut dan doa.
Aku teringat peristiwa 15 tahun lalu, waktu itu aku masih kuliah di
STIK Pembangunan Medan. Biasanya, kami suka nongkrong di warung samping kampus.
Warung bang Siahaaan. Kalau sudah nongkrong, yang diceritain entah apa-apa,
termasuk soal perempuan. Seorang teman berkomentar tentang seorang mahasiswi.
Menurutnya, cewek itu cantik. Tapi ada pendapat yang membantahnya. Menurutnya,
seorang wanita disebut cantik kalau bodynya begini dan begitu. Cewek yang jadi
objek pembicaraan itu tidak memiliki ukuran body seperti yang disebutnya.
Aku mau mengaitkan soal "ukuran body" ini dengan rasionalitas
tentang Tuhan. Penilaian seorang laki-laki terhadap perempuan sangat subjektif.
Tidak kesepakatan bersama seluruh laki-laki yang mendefinisikan bagaimana
ukuran cantiknya, eloknya seorang perempuan. Masing-masing punya penilaian
tersendiri. Kita, menganggap penilaian yang subjektif sebagai sebuah kewajaran.
Tidak ada yang bisa menyalahkan kalau seorang laki-laki menilai seorang wanita
itu jelek atau cantik. Paling kita Cuma bilang; "itu menurutmu, tapi
menurutku enggak gitu". Hal ini juga terjadi sebaliknya, seorang perempuan
punya penilaian terhadap laki-laki yang berbeda satu dengan lainnya.
Penilaian subjektif tentang perempuan (lawan jenis) itu kita anggap
sebagai suatu yang rasional. Lalu ketika
kita membincangkan tentang kekuasaan Allah, kita sulit menerimanya secara
rasional. Contoh sederhananya begini. Allah berfirman orang yang bertaqwa itu
akan dimudahkan rezekinya. Kita pun sholat Duha. Karena keutamaan sholaat Duha
ini memudahkan rezeki. Lalu, kita tunggu datangnya rezeki. Kalau rezeki itu datang,
misalnya jualan kita lancar, proyek kita jebol, kita baru yakin sholat itu
membuka pintu rezeki. Ada faktanya. Kalau faktanya tidak kita temukan kita pun
enggan meyakini apa pun yang difirmankan Allah.
Pembicaraan tentang perempuan, saya mau lanjutkan. Saya mau tarik ke
soal hubungan seks. Seorang laki-laki memiliki wanita idaman. Wanita itu adalah
orang yang menurutnya cantik tadi. Ujung dari ini semua adalah hubungan
seksual. Kalau ditanya, "apa rasanya"? Pasti dijawab "wow luar biasa". Lalu kalau dengan
orang yang bukan idamannya, gimana rasanya? Biasanya, orang itu menggeleng. Adakah
hubungan "bentuk tubuh" dengan nikmatnya hubungan seksual? Apakah ada
penelitian ilmiah yang membuktikan ini?
Semua hubungan manusia (human relations) apapun bentuknya ditenggarai
soal perasaan. Kalau kita merasa nyaman dengan seseorang, maka kita akan dekat
denganya. Begitu juga dengan hubungan seksual. Itu saja yang mempengaruhi
hubungan manusia dengan manusia yang lain. Lucunya banyak orang seolah
membenarkan adanya hubungan "bentuk tubuh" dengan kenikmatan seksual.
Lalu mengapa untuk urusan kekuasaan Allah, kita berupaya mencari fakta
yang kasat mata. Fakta yang bisa dijamah tangan dan didengar telinga. Padahal
dalam kehidupan sehari-hari kita justeru mengabaikan logika kita. Kita lebih
memperturutkan perasaan yang justeru membuat kita celaka.
Orang korupsi itu karena memperturutkan perasaan. Ia merasa harta yang
dimilikinya belum memenuhi kebutuhannya. Padahal, faktanya harta itu sudah
berlebih untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan keluarganya. Lalu ia mencari
jalan untuk mendapatkan kekayaan dengan cara yang menyalahi logikanya. Faktanya,
orang korupsi bakal masuk tahanan.
Ketika manusia berusaha mencari Tuhan dengan akalnya, dan tidak
menemukannya, apakah memang Allah itu tidak ada? Atau kekuatan akal manusia itu
yang sangat terbatas. Ketika manusia ingin membuktikan kekuasaan Allah dengan
kasat mata, bisa didengar telinga, lalu manusia tidak bisa menemukannya, apakah
memang Allah itu tidak berkuasa atas hidup kita? Lalu, mengapa manusia
membenarkan perasaannya yang mengatakan bahwa perempuan yang memuaskan
keinginan seksualnya adalah perempuan begini dan begitu.
Apakah hati kita pernah membenarnya adanya kekuasaan Allah yang bekerja
dalam hidup kita? Apakah kita mau menafikan itu, dengan mengatakan itu hal yang
tidak rasional, tidak bisa dibuktikan secara faktual. Sungguh, kita cuma berdalih
saja. Karena banyak kebenaran itu memang tidak bisa dibuktikan secara rasional.
Hubungan Doa dan Kentut
Apa
hubungan kentut dengan doa? Kayaknya, gak ada ya. Tidak ada penjelasan
rasional yang bisa menerangkan hal itu. Aku sendiri, selama ini berusaha
mencari penjelasan rasional ketika memikirkan Allah, ibadah, dan yang
berkaitan dengan Allah. Apalagi ketika berbincang dengan orang-orang
yang terdidik, selalu aku berusaha menjelaskannya dengan logika.
Tapi tadi aku mengalami peristiwa, bahwa Allah dan kekuasaannya tidak bisa selamanya bisa dijelaskan dengan akal. Kejadiannya begini. Tadi siang, aku jadi khatib sholat Jumat di kampungku Percut. 15 – 20 meter sampai di masjid, perutku ngulah. Mules. Dan betul saja. Begitu sepeda motor kuparkir. Keluarlah angin itu. Aku ke kamar mandi. Ambil wudhu lagi.
Setelah berbenah-benah sejenak, aku masuk majid dan sholat sunnat. Begitu rakaat terakhir, perutku ngulah lagi. Aku was-was. Waktu sholat sudah masuk. Dan aku harus naik mimbar. Saat sujud terakhir itu, aku memohon kepada Allah supaya mengamankan perut ini.
Aku naik mimbar. Saat mengucapkan salam, perut masih terasa mules. Azan berkumandang, perut berangsur pulih. Azan usai, aku pun berdiri. Semua sudah normal kembali. Sholat usai. Aku pulang ke rumah. Makan siang. Beberpa saat usai makan siang, perut kembali ngulah. Kali ini tak tertahan lagi.
Nah, sampai saat ini aku tak mencari penjelasan logis, apa hubungan doaku dengan kentut? Tapi kenyataannya, usai memanjatkan doa itulah perut ini bisa aman. Dan aku bisa menyelesaikan tugas jadi khatib dan imam Jumat dengan lancar
Tapi tadi aku mengalami peristiwa, bahwa Allah dan kekuasaannya tidak bisa selamanya bisa dijelaskan dengan akal. Kejadiannya begini. Tadi siang, aku jadi khatib sholat Jumat di kampungku Percut. 15 – 20 meter sampai di masjid, perutku ngulah. Mules. Dan betul saja. Begitu sepeda motor kuparkir. Keluarlah angin itu. Aku ke kamar mandi. Ambil wudhu lagi.
Setelah berbenah-benah sejenak, aku masuk majid dan sholat sunnat. Begitu rakaat terakhir, perutku ngulah lagi. Aku was-was. Waktu sholat sudah masuk. Dan aku harus naik mimbar. Saat sujud terakhir itu, aku memohon kepada Allah supaya mengamankan perut ini.
Aku naik mimbar. Saat mengucapkan salam, perut masih terasa mules. Azan berkumandang, perut berangsur pulih. Azan usai, aku pun berdiri. Semua sudah normal kembali. Sholat usai. Aku pulang ke rumah. Makan siang. Beberpa saat usai makan siang, perut kembali ngulah. Kali ini tak tertahan lagi.
Nah, sampai saat ini aku tak mencari penjelasan logis, apa hubungan doaku dengan kentut? Tapi kenyataannya, usai memanjatkan doa itulah perut ini bisa aman. Dan aku bisa menyelesaikan tugas jadi khatib dan imam Jumat dengan lancar
Rabu, 26 Februari 2014
Qur'an Itu Motivasi
Quran Itu Motivasi Hidup
Selalu kita duduk tertegun, terkesima, dan sangat serius mendengar petuah seorang motivator. Setiap kalimat yang meluncur dari bibir motivator itu tak boleh terlewatkan. begitulah seriusnya kita mencari motivasi hidup. Sampai-sampai kita dengan rela hati mengeluarkan uang ratusan ribu rupiah hanya untuk mendengar petuah-petuah sang motivator.
bukankah di lemari ada buku yang bisa memotivasi anda. Buku itu datang dari Rabb kita. Rabb kita tidak pernah meminta bayaran ketika buku itu kita baca. Apa yang kurang dari kitab itu? Di dalamnya banyak motivasi hidup, yang lebih hebat dari kata-kata motivator itu, karena motivasi itu datang langsung dari Pemilik Semesta Raya itu. Motivasi itu datang dari Yang Maha Menghidupkan, Sang Pemberi Rezeki yang menghidupi kita.
Memang kita butuh motivasi, untuk menyemangati, supaya kita bisa lalui problema hidup dengan baik. Rezeki, adalah satu dari sekian banyak problema hidup yang selalu kita risaukan. Lalu kita butuh motivasi untuk menyelesaikan kerisauan itu. Dan Allah telah memberi motivasi kepada kita.
Bukan Allah telah mengatakan "dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezkinya".
Tidakkah ayat 6 surah Huud ini bisa membangkitkan semangat kita? Bukankah ini kata-kata dari Tuhan kita..yang menghidupkan kita dan mencukupi segala kebutuhan makhluqNya.
Selalu kita duduk tertegun, terkesima, dan sangat serius mendengar petuah seorang motivator. Setiap kalimat yang meluncur dari bibir motivator itu tak boleh terlewatkan. begitulah seriusnya kita mencari motivasi hidup. Sampai-sampai kita dengan rela hati mengeluarkan uang ratusan ribu rupiah hanya untuk mendengar petuah-petuah sang motivator.
bukankah di lemari ada buku yang bisa memotivasi anda. Buku itu datang dari Rabb kita. Rabb kita tidak pernah meminta bayaran ketika buku itu kita baca. Apa yang kurang dari kitab itu? Di dalamnya banyak motivasi hidup, yang lebih hebat dari kata-kata motivator itu, karena motivasi itu datang langsung dari Pemilik Semesta Raya itu. Motivasi itu datang dari Yang Maha Menghidupkan, Sang Pemberi Rezeki yang menghidupi kita.
Memang kita butuh motivasi, untuk menyemangati, supaya kita bisa lalui problema hidup dengan baik. Rezeki, adalah satu dari sekian banyak problema hidup yang selalu kita risaukan. Lalu kita butuh motivasi untuk menyelesaikan kerisauan itu. Dan Allah telah memberi motivasi kepada kita.
Bukan Allah telah mengatakan "dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezkinya".
Tidakkah ayat 6 surah Huud ini bisa membangkitkan semangat kita? Bukankah ini kata-kata dari Tuhan kita..yang menghidupkan kita dan mencukupi segala kebutuhan makhluqNya.
Sabtu, 01 Februari 2014
USTAZD dan TELEVISI
USTAZD dan
TELEVISI
Oleh : Muhammad
Hidayat
Alumnus
Pascasarjana IAIN SU/ Dosen STIK "Pembangunan" Medan
Kita lazim mendengar orang berkata
"ustaz aja bilang boleh". Ada juga yang berujar "ustaz aja kayak
gitu". Ucapan itu biasanya digunakan untuk membenarkan suatu perbuatan
yang tidak lazim dilakukan masyarakat. Memang, ustaz adalah orang menguasai
ilmu-ilmu tentang keislaman. Biasanya, sang ustaz dikenal sebagai orang yang
taat menjalankan ajaran agama dibandingkan masyarakat kebanyakan. Dengan ilmu
yang dimilikinya, ustaz menjadi penentu
sebuah perbuatan itu benar atau salah. Ustaz menjadi sumber rujukan masyarakat
dalam bertingkah laku.
Di awal tulisan ini, penulis memuat
dua ungkapan masyarakat untuk menunjukkan betapa pengaruhnya seorang ustaz.
Pada ungkapan pertama "ustaz aja bilag boleh" menunjukkan legalitas
perbuatan itu ditentukan dengan penyataan sang ustaz. Sementara pada pernyataan
kedua "ustaz aja kayak gitu" menunjukkan pembenaran perbuatan itu dari
prilaku ustaz. Kalau ustaz melakukan sesuatu berarti perbuatan itu boleh
dilakukan. Karena, masyarakat mengenal seoarang ustaz sebagai orang berilmu dan
taat menjalankan ajaran agama.
Dahulu, seorang ustaz lahir dari
tengah-tengah masyarakat melalui proses yang panjang. Biasanya, masyarakat
mengenal latar belakang keluarga, pendidikannya dan pergaulannya. Label ustaz
diberikan oleh masyarakat kepada orang yang dinilai pantas menerima gelar itu. Seorang bisa dibilang ustaz, kalau ia mampu
menjawab persoalan agama dan taat
menjalankan perintah agama. Jika masyarakat menilai hal itu tidak dimilikinya,
maka masyarakat akan menolaknya.
Penahbisan
Melalui Televisi
Kini, hal itu tidak berlaku lagi. Seseorang bisa saja muncul
menjadi seorang ustaz. Masyarakat tidak mengetahui kemampuan ilmunya, apalagi
mengetahui latar belakang keluarga dan pergaulannya. Label ustaz itu
ditahbiskan oleh televisi bukan masyarakat. Kalau televisi mengatakan seseorang
itu ustaz maka masyarakat juga
menerimanya sebagai ustaz. Fenomena itulah
yang terjadi saat ini.
Dalam teori komunikasi massa dikenal teori Agenda Setting. Kurt
Lang dan Gladys Enggel Lang (1959) menulis beberapa pokok pikiran tentang teori
ini. Mereka menyebutkan media massa memaksakan perhatian pada issu-issu tertentu.
Media massa secara konstan menghadirkan objek-objek yang menunjukkan apa yang
hendaknya dipertimbangkan, diketahui, dan dirasakan individu-individu dalam
masyarakat. Hal senada juga disampaikan oleh Funkhoser. Pendapatnya didasarkan
penelitian tentang hubungan opini publik dengan isi media massa. Penelitian ini
menunjukkan isu-isu yang diberi peringkat tertinggi oleh publik adalah isu-isu
yang sering diliput oleh media massa.
Merujuk pada teori ini, penonton televisi akan mengukuhkan seseorang
menjadi ustaz jika orang tersebut ditampilkan berulang-ulang. Seseorang bisa
saja disulap menjadi ustaz walau ia tidak paham tentang ilmu agama. Caranya, ustaz
televisi itu menghafal mati materi yang akan disampaikan serta cara penyampaiannya.
Ustaz bersangkutan menghafal cara bertutur, kapan harus menggunakan nada
tinggi, rendah atau datar saja. Dengan demikian, penonton akan mempersepsi
ustaz televisi itu sangat paham dengan ilmu agama. Tidak lupa, ustaz televisi itu didandani
seperti ustaz kebanyakan. Untuk memudahkan ustaz bergaya, program siaran dibuat
dalam bentuk rekaman (recording) sehingga produser program bisa mengedit
kesalahan sebelum ditayangkan. Jika program itu disiarkan langsung (live) maka sesi
tanya jawab tidak dibuka. Hal ini dilakukan untuk mencegah penonton bertanya
diluar materi yang dihafal sang ustaz televisi itu.
Sebenarnya program agama Islam televisi memiliki efek positif
yaitu orang yang mengikuti acara lebih banyak dibandingkan pengajian tatap
muka. Masyarakat juga dimudahkan belajar, tanpa harus meninggalkan aktivitas di
rumah. Hal ini terjadi jika ustaz yang dihadirkan memang layak disebut ustaz.
Namun jika orang yang dijadikan ustaz tidak memenuhi kreteria ustaz, maka efek
negatif muncul yaitu penyimpangan dari
ajaran Islam.
Saat ini televisi cenderung menghadirkan ustaz bergaya pelawak. Hal
ini bisa mengaburkan topik yang dibincangkan. Bahkan lebih celaka, tausiah itu
disampaikan dalam program hiburan yang bertentangan dengan syariat Islam.
Contohnya, "Ustaz" Maulana yang menyampaikan "tausiah" dalam
program YKS TransTV. Penulis menggunakan tanda kutip pada kata ustaz dan
tausiah sebagai penanda yang bersangkutan adalah ustaz bentukan televisi.
Materi tausiah yang disampaikan juga sesuai dengan ideologi televisi.
Contoh kasus pelanggaran syariat terjadi pada acara YKS 10
Desember 2013. Pemain wanita yang tampil memakai rok pendek.
Mereka juga "berangkulan" dengan pemain pria di hadapan sang
"ustaz". Padahal kedua hal itu dilarang dalam syariat Islam. Sementara
itu pada edisi 12 Desember 2013, kehadiran "ustaz" Maulana diiringi
dengan musik dan tarian seorang wanita. Setelah mengucapkan salam, seorang
pemain – Wendi – memanggil pemain dengan mengatakan "kok sepi".
Setelah itu musik pun mengalun. Muncullah wanita memakai rok sebatas lutut
menari-nari. Awalnya, wanita itu menari di belakang ustaz kemudian bergerak ke
depan. Saat menari, sang "ustaz" melihat wanita itu sambil bertepuk
tangan. Jika "ustaz" Maulana menyadari fungsi seorang dai, ia pasti
tahu kehadirannya akan melegitimasi segala perbuatan yang terjadi dalam acara
itu.
Selain hal di atas, ustaz pelawak membuat kewibawaan seorang ustaz
akan memudar. Hal itu juga dapat dilihat dalam acara YKS. Sesuai format acara
yang penuh humor, maka para pemain sepanjang acara melawak terkecuali saat "ustaz" memberikan tausiah. Pada edisi
10 Desember 2013, Wendi tiba-tiba muncul bergaya seorang ustaz. Ia tampil dengan baju koko dan selempang serta
memakai peci hitam. Tidak ketinggalan anting-anting menempel di kedua belah
kupingnya. "Ustaz" Maulana lalu mendekatinya. Ia berkata posisi peci
akan menentukan status sosial orang yang memakainya. Lalu ia pun memutar-mutar
peci di atas kepala Wendi sembari menyebutkan fungsi sosialnya. Terakhir kali
Wendi yang merubah letak peci sembari menyebutkan posisi itu seperti Si Unyil.
Selepas itu, Wendi memainkan sal. Ia mengubah-ubah letak sal di
tubuhnya sembari menyebutkan fungsi sosialnya. Selesai itu Olga tampil ke depan
meminta "ustaz" Maulana melakonkan hal yang sama. Aksi ini mengundang
gelak tawa penonton. Kita mengetahui peci dan sal merupakan simbol seorang
ustaz. Ketika simbol sosial itu dipermainkan maka fungsi sosial yang timbul
dari simbol itu akan telecehkan. Apalagi hal itu dilakukan seorang yang
ditokohkan sebagai ustaz. Kondisi ini
diperparah lagi sikap sang "ustaz" yang ikut tertawa-tawa. Apakah
"ustaz" Maulana menyadari ini atau tidak?
Pertimbangan stasiun televisi
membuat sebuah program adalah rating. Apabila program itu mengundang banyak
penonton maka akan dibuat. Kalau rating tinggi maka sponsor pun akan masuk.
Stasiun televisi tidak peduli apakah program itu melanggar nilai budaya,
apalagi norma agama. Acara YKS sebenarnya menimbulkan kritik dari pemerhati
media dan tokoh agama. Acara ini kerap menampilkan goyangan sensual.
Kehadiran "ustaz" Maulana pada program itu seolah
melegalkan semua tayangan pornografi yang ada dalam acara itu. Apalagi ia
mengeluarkan komentar bahwa dirinya sangat suka menonton acara YKS karena
membuat acara itu membuat keluarga berkumpul. Apakah ukuran acara bagus dari
sisi agama hanya karena bisa mengumpulkan keluarga? Apakah pelanggaran syariat
bisa diabaikan jika program itu bisa
mengumpulkan anggota keluarga? Tentu komentar ini tidak layak disampaikan
seorang pendakwah yang mengajak kepada jalan Allah.
Peringatan
Rasulullah
Jauh sebelum peristiwa ini,
Rasulullah telah mengingatkan umat agar hati-hati dengan penceramah yang
bermunculan. Dari Abu Dzar, bahwasannya Rosulullah bersabda :
Sesungguhnya kalian sekarang ada pada zaman yang banyak ulama (ahli ilmu)nya
dan sedikit khutoba' (penceramah)nya, barangsiapa yang meninggalkan
sepersepuluh dari yang ia ketahui maka dia telah tersesat. Dan akan datang
suatu zaman ketika itu banyak khutoba' (penceramah)nya dan sedikit ulama(ahli
ilmu)nya, barangsiapa diantara mereka berpegang pada sepersepuluh agamanya maka
dia telah selamat. (HR. Imam Ahmad).
Merujuk dari
hadits ini, nabi membedakan antara penceramah dengan ulama. Siapakah ulama itu?
Ibnu
'Abbas ra menafsirkan ulama dengan "orang yang mengenal Allah dari
hamba-hamba-Nya, tidak menyekutukan-Nya, menghalalkan apa yang dihalalkan-Nya,
mengharamkan apa yang diharamkan-Nya, menjaga dan yakin bahwa Allah akan
menjumpainya dan menghisab amal perbuatannya." Pendapat ini sesuai dengan firman Allah:
"Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah
ulama. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun (QS. Al- Fathir –
28).
Ketundukan
kepada Allah ditandai dengan menjaga diri dari hal-hal yang mendatangkan murka
Allah. Ulama juga istiqomah menjalankan beragam kebajikan yang membuat Allah
mencintainya. Imam Ath-Thabari berkata, “Sesungguhnya
yang takut kepada Allah, menjaga diri dari adzab dengan menjalankan ketaatan
kepada Allah hanyalah orang-orang yang berilmu. Mereka mengetahui bahwa Allah
Maha Mampu melakukan segala sesuatu, maka mereka menghindar dari kemaksiatan
yang akan menyebabkan murka dan adzab Allah"
Namun
fenomena yang terlihat saat ini berbeda. Orang yang menceramahkan agama tidak
memiliki karakter ketundukan kepada Allah. Perbuatan mereka sebagai penyeru
Islam tidak menunjukkan sebagai orang yang takut terhadap Allah. Bahkan dalam
kegiatan berdakwah mereka mencampurnya dengan kemaksiatan. Mereka mengotori kemurnian ilmu agama dengan
buaian kemewahan duniawi. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah
mengingatkan: “Barangsiapa mempelajari ilmu untuk mendapatkan tujuan dunia,
maka ia tidak akan mencium wanginya surga pada hari kiamat.” (HR Abu Daud
no: 3664 dengan sanad yang shahih, Ibnu Majah no: 252, Ibnu Hibban no: 89)
Melihat fenomena ini, seorang muslim
tidak menonton program televisi yang mencampur-adukkan tayangan dakwah dengan
acara hiburan yang penuh kemaksiatan. Umat Islam harus memilih penceramah yang
berkarakter ulama, yaitu konsisten menjaga diri dari kemaksiatan. Tak kalah
penting, umat Islam juga mendorong Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) memberikan
sanksi kepada televisi yang membuat program agama yang menyalahi syariat Islam. (Tulisan ini dimuat di Harian Waspada, Jumat 31 Jan 2014)
Langganan:
Postingan (Atom)