ANTARA
TAQDIR DAN IKHTIAR
Oleh : Muhammad Hidayat
Keyword : taqdir
Bicara
taqdir adalah wilayah keimanan. Dalam Ilmu Tauhid disebutkan tauhid itu dibagi
dalam tiga bagian. Pertama; tauhid rububiyah. Yaitu, meyakini Allah yang
menciptakan dunia dan segala yang ada di dalamnya. Allah yang menghidupkan dan
mematikan. Allah yang mengatur semua yang ada di dunia ini. Semua dalam
kekuasaaan Allah. Kedua; tauhid uluhiyah. Yaitu mengimani Allah sebagai zat
yang harus disembah. Orang Arab, sebelum kedatang Islam, percaya bahwa Allah
yang menjadikan dunia ini. Mereka percaya Allah yang mengatur dunia ini. Namun
mereka tidak mau menyembah Allah. Mereka membuat sesembahan sesuai apa yang
mereka inginkan. Ketiga; tauhid asma wa shifat. Yaitu beriman kepada Allah sebagai
tuhan yang memiliki nama sesuai sifat yang dimilikinya.
Tekait
taqdir itu bisa masuk ke dalam tauhid rububiyah itu juga bisa dimasukkan dalam
tauhid asma wa shifat. Allah yang mengatur alam semesta itu, termasuk manusia.
Meski begitu Allah memberikan keleluasaan kepada manusia untuk berikhtiar
(berusaha) sesuai dengan kemampuan yang ada padanya. Banyak ayat Quran dan
hadits yang menceritakan itu.
“Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tidak ada yang
mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan
di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya
(pula), dan tidak jatuh sebutir biji-pun dalam kegelapan bumi, dan tidak
sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata
(Lauh Mahfudz)”” (QS. Al An’am:59).
"bagi
manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan
di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak
merobah Keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri
mereka sendiri. dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum,
Maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi
mereka selain Dia. (QS Ar Ra'du : 11)
Ayat kedua
ini sangat popular di masyarakat kita. Kalau kita perhatikan ayat ini jelas
bahwa Allah memiliki kekuasaan atas manusia. Hal itu terlihat dalam kalimat
" Sesungguhnya Allah tidak merobah Keadaan sesuatu kaum". Kalimat ini
tentu bermakna, Allah yang berkuasa atas manusia. Allah yang berkuasa merubah
keadaan manusia dan makhluk lainnya. Namun Allah mewajibkan manusia untuk
berusaha. Allah akan memberikan sesuatu kepada manusia seukuran dengan apa yang
dilakukan manusia itu. Contohnya; kalau manusia ingin kaya maka harus kerja. Kalau
tidak kerja maka jangan mimpi bisa kaya.
Dalam surah Al Jumah ayat 10
Allah memerintahkan kita untuk berusaha selepaskan menunaikan sholat Jumat. "apabila
telah ditunaikan shalat, Maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah
karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung. (QS.
Al Jum'ah :10).
Ayat
ini menegaskan kepada kita bahwa kita tidak disuruh duduk-duduk, berzikir. Tetapi
Allah memerintahkan kita untuk bekerja mencari rezeki yang ditetapkan Allah
untuk kita.
Ada
dua hal yang harus kita perhatikan dari ayat ini:
1.
Allah mewajibkan manusia untuk berikhtiar.
Allah tidak akan memberikan rezeki apapun kepada manusia sepanjang manusia itu
tidak berikhtiar.
2.
Ikhtiar yang kita lakukan itu semata sebagai
sarana untuk mendatangkan rezeki itu. Bukan ikhtiar itu yang menyebabkan
rezeki. Allah telah menetapkan sesuatu – rezeki, maut, dll – namun itu semua bisa
datang kepada manusia dengan syarat manusia itu bekerja (ikhtiar).
Contohnya
begini; seseorang ayah menyediakan duit untuk anaknya 10 juta. Untuk
mendapatkan uang itu, sang anak diwajibkan ayahnya bangun jam 5 subuh. Karena
anak itu tidak bangun tepat waktu maka uang itu tidak jadi diberikan ayah. Pertanyaanya begini; apakah karena bangun pagi
uang 10 juta itu ada? Tentu tidak. Bangun tepat waktu atau molor tetap saja
uang 10 juta itu sudah ada. Hanya saja,
bangun pagi itu menjadi syarat agar anak mendapatkannya. Kalau tidak bangun
pagi maka uang itu tidak jadi didapatnya. Pertanyaannya muncul lagi; apakah
kalau anak itu tidak bangun pagi uang itu jadi hilang? Jawabnya tentu tidak.
Uang itu tetap ada dan utuh. 10 juta rupiah, tanpa dipengaruhi kondisi si anak.
Nah
begitulah kita harus memahami taqdir Allah itu. Rezeki itu sudah ada ditetapkan
Allah untuk kita manusia ini. Kita disuruh mendapatkannya dengan berusaha. Kalau
tidak berusaha, maka kita tidak akan mendapatkannya.
Tidak hanya sebatas rezeki, semua hal didunia
ini sudah dalam ketetapan Allah. Hanya saja, kita sering keliru mengukur
ikhtiar kita itu. Untuk mendapat sesuatu, harus ada batas maksimal yang harus
dilakukan . Sialnya, kita selalu berpikir ikhtiar kita itu sudah mencapai batas
maksimal. Padahal belum. Maka ketika gagal, kita berdalih bahwa itu taqdir
Allah, lalu menyerah dan tidak berusaha lagi.
Sebetulnya,
ketika usaha kita itu gagal – usaha apa pun itu – karena usaha yang kita
lakukan belum maksimal. Bukankah Allah memerintahkan kita untuk bertaqwa sesuai
kemampuan kita yang maksimal. Karena kemampuan manusia itu sangat terbatas,
disinilah kekuasaan Allah itu terlihat nyata. Banyak usaha kita, sebenarnya
belum maksimal, tapi berhasil. Allah Maha Mengetahui dan Maha Pengasih lagi
Penyayang, dengan sifat ini Allah memberikan kesuksesan kepada orang tertentu. Pada
titik ini, manusia tidak bisa berikhtiar apa pun, kecuali berdoa dan
mendekatkan diri kepada Allah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar