Minggu, 22 Desember 2013

ANTARA TAQDIR DAN IKHTIAR

ANTARA TAQDIR DAN IKHTIAR
Oleh : Muhammad Hidayat 


Keyword : taqdir
Bicara taqdir adalah wilayah keimanan. Dalam Ilmu Tauhid disebutkan tauhid itu dibagi dalam tiga bagian. Pertama; tauhid rububiyah. Yaitu, meyakini Allah yang menciptakan dunia dan segala yang ada di dalamnya. Allah yang menghidupkan dan mematikan. Allah yang mengatur semua yang ada di dunia ini. Semua dalam kekuasaaan Allah. Kedua; tauhid uluhiyah. Yaitu mengimani Allah sebagai zat yang harus disembah. Orang Arab, sebelum kedatang Islam, percaya bahwa Allah yang menjadikan dunia ini. Mereka percaya Allah yang mengatur dunia ini. Namun mereka tidak mau menyembah Allah. Mereka membuat sesembahan sesuai apa yang mereka inginkan. Ketiga; tauhid asma wa shifat. Yaitu beriman kepada Allah sebagai tuhan yang memiliki nama sesuai sifat yang dimilikinya.

Tekait taqdir itu bisa masuk ke dalam tauhid rububiyah itu juga bisa dimasukkan dalam tauhid asma wa shifat. Allah yang mengatur alam semesta itu, termasuk manusia. Meski begitu Allah memberikan keleluasaan kepada manusia untuk berikhtiar (berusaha) sesuai dengan kemampuan yang ada padanya. Banyak ayat Quran dan hadits yang menceritakan itu.
Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji-pun dalam kegelapan bumi, dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfudz)”” (QS. Al An’am:59).
"bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak merobah Keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, Maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia. (QS Ar Ra'du : 11)
Ayat kedua ini sangat popular di masyarakat kita. Kalau kita perhatikan ayat ini jelas bahwa Allah memiliki kekuasaan atas manusia. Hal itu terlihat dalam kalimat " Sesungguhnya Allah tidak merobah Keadaan sesuatu kaum". Kalimat ini tentu bermakna, Allah yang berkuasa atas manusia. Allah yang berkuasa merubah keadaan manusia dan makhluk lainnya. Namun Allah mewajibkan manusia untuk berusaha. Allah akan memberikan sesuatu kepada manusia seukuran dengan apa yang dilakukan manusia itu. Contohnya; kalau manusia ingin kaya maka harus kerja. Kalau tidak kerja maka jangan mimpi bisa kaya.
 Dalam surah Al Jumah ayat 10 Allah memerintahkan kita untuk berusaha selepaskan menunaikan sholat Jumat. "apabila telah ditunaikan shalat, Maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung. (QS. Al  Jum'ah :10).

Ayat ini menegaskan kepada kita bahwa kita tidak disuruh duduk-duduk, berzikir. Tetapi Allah memerintahkan kita untuk bekerja mencari rezeki yang ditetapkan Allah untuk kita.

Ada dua hal yang harus kita perhatikan dari ayat ini:
1.      Allah mewajibkan manusia untuk berikhtiar. Allah tidak akan memberikan rezeki apapun kepada manusia sepanjang manusia itu tidak berikhtiar.
2.      Ikhtiar yang kita lakukan itu semata sebagai sarana untuk mendatangkan rezeki itu. Bukan ikhtiar itu yang menyebabkan rezeki. Allah telah menetapkan sesuatu – rezeki, maut, dll – namun itu semua bisa datang kepada manusia dengan syarat manusia itu bekerja (ikhtiar).

Contohnya begini; seseorang ayah menyediakan duit untuk anaknya 10 juta. Untuk mendapatkan uang itu, sang anak diwajibkan ayahnya bangun jam 5 subuh. Karena anak itu tidak bangun tepat waktu maka uang itu tidak jadi diberikan ayah.  Pertanyaanya begini; apakah karena bangun pagi uang 10 juta itu ada? Tentu tidak. Bangun tepat waktu atau molor tetap saja uang 10 juta itu sudah ada.  Hanya saja, bangun pagi itu menjadi syarat agar anak mendapatkannya. Kalau tidak bangun pagi maka uang itu tidak jadi didapatnya. Pertanyaannya muncul lagi; apakah kalau anak itu tidak bangun pagi uang itu jadi hilang? Jawabnya tentu tidak. Uang itu tetap ada dan utuh. 10 juta rupiah, tanpa dipengaruhi kondisi si anak.

Nah begitulah kita harus memahami taqdir Allah itu. Rezeki itu sudah ada ditetapkan Allah untuk kita manusia ini. Kita disuruh mendapatkannya dengan berusaha. Kalau tidak berusaha, maka kita tidak akan mendapatkannya.

 Tidak hanya sebatas rezeki, semua hal didunia ini sudah dalam ketetapan Allah. Hanya saja, kita sering keliru mengukur ikhtiar kita itu. Untuk mendapat sesuatu, harus ada batas maksimal yang harus dilakukan . Sialnya, kita selalu berpikir ikhtiar kita itu sudah mencapai batas maksimal. Padahal belum. Maka ketika gagal, kita berdalih bahwa itu taqdir Allah, lalu menyerah dan tidak berusaha lagi.

Sebetulnya, ketika usaha kita itu gagal – usaha apa pun itu – karena usaha yang kita lakukan belum maksimal. Bukankah Allah memerintahkan kita untuk bertaqwa sesuai kemampuan kita yang maksimal. Karena kemampuan manusia itu sangat terbatas, disinilah kekuasaan Allah itu terlihat nyata. Banyak usaha kita, sebenarnya belum maksimal, tapi berhasil. Allah Maha Mengetahui dan Maha Pengasih lagi Penyayang, dengan sifat ini Allah memberikan kesuksesan kepada orang tertentu. Pada titik ini, manusia tidak bisa berikhtiar apa pun, kecuali berdoa dan mendekatkan diri kepada Allah.
  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar