Rabu, 11 Maret 2009

Peluang Investasi Pertanian

Peluang Investasi Pertanian

KOMPAS (March 29, 2008)
Pengamat ekonomi Chatib Basri mengatakan prospek bisnis di bidang pertanian saat ini menguntungkan terkait tren kenaikan harga komoditas pangan dunia yang masih terus berlangsung. Namun, menurutnya, diperlukan dukungan pemerintah dengan insentif berupa kemudahan investasi di bidang pertanian.

Sementara Dirjen Tanaman Pangan Sutarto Alimoeso mengatakan peningkatan produksi komoditas pangan tidak bisa lagi mengandalkan intensifikasi yang bertumpu pada teknologi pertanian, tapi harus disertai ekstensifikasi atau perluasan lahan pertanian dengan menerapkan perlindungan lahan pertanian abadi.

Peluang Investasi di Pertanian Diperlukan Ekstensifikasi untuk Hadapi Ancaman Ketahanan Pangan Jakarta, Kompas - Tren kenaikan harga komoditas pangan di dunia diperkirakan masih terus berlangsung. Hal itu harus dilihat sebagai peluang untuk mendorong investasi di bidang pertanian. Selain itu, juga mendorong dilakukannya ekstensifikasi pertanian untuk menghadapi ancaman kekurangan pangan.

Pengamat ekonomi Universitas Indonesia, Chatib Basri, Rabu (26/3) di Jakarta, mengatakan, harga komoditas pangan yang tinggi sudah saatnya disikapi oleh investor dengan terjun di usaha pertanian karena prospek bisnisnya menguntungkan. ”Tren kenaikan harga pangan dunia kemungkinan masih terus berlangsung. Hal ini rangsangan bagi investor untuk terjun di usaha pertanian,” kata Chatib. Bertambahnya pelaku usaha di bidang pertanian akan membawa keuntungan yaitu berupa penurunan harga alat-alat produksi, seperti benih dan pupuk.

Oleh karena itu, kata Chatib, pemerintah perlu memberikan insentif berupa kemudahan iklim investasi di bidang pertanian. Di tempat terpisah, Direktur Jenderal Tanaman Pangan Departemen Pertanian Sutarto Alimoeso menyatakan, upaya meningkatkan produksi komoditas pangan tidak bisa lagi mengandalkan intensifikasi yang bertumpu pada teknologi pertanian. Intensifikasi pertanian hanya efektif mencukupi kebutuhan beras selama tiga tahun mendatang.

Setelah itu, intensifikasi tidak bisa memenuhi kebutuhan pangan yang tinggi karena jumlah penduduk meningkat. ”Tiga tahun lagi kita sudah harus mengupayakan perluasan lahan pertanian dengan menerapkan perlindungan lahan pertanian abadi. Kalau tidak, ketahanan pangan akan menghadapi masalah serius,” ungkap Sutarto.

Ekstensifikasi harus diimbangi dengan kontrol ketat terhadap alih fungsi lahan pertanian. Jika tidak, persoalan pangan, khususnya beras, akan semakin serius. Sebenarnya produktivitas per hektar tanaman padi di Indonesia relatif lebih tinggi dibandingkan dengan India, Pakistan, Vietnam, dan Thailand. Produktivitas padi Indonesia 4,7 ton per hektar, hanya kalah dari China yang mencapai 6-7 ton. Saat ini luas panen tanaman padi per tahun 12,5 juta hektar untuk 1-3 kali musim tanam setahun. Luas areal panen ini sulit berkembang.

Padahal, kebutuhan beras penduduk Indonesia tahun 2030 diperkirakan melonjak dari 32,96 juta ton (2007) menjadi 59 juta ton. Untuk menutupi kekurangan 26,04 juta ton beras itu diperlukan 11,8 juta hektar sawah. Luas sawah sekarang 11,6 juta hektar. Ancam eksporTidak berimbangnya harga beras dunia dengan harga gabah petani di dalam negeri membuat petani di Jawa Barat mengancam akan mengekspor berasnya. ”Jangan beralasan di balik ketahanan pangan gabah petani dibeli dengan harga murah,” kata Ketua Himpunan Kerukunan Tani Jawa Barat Rudi Gunawan.

Harga rata-rata gabah kering panen (GKP) di Jabar saat ini Rp 1.700 per kilogram, dua pekan lalu Rp 2.000/kg. Berpatokan pada harga beras internasional sekitar 700 dollar/ton, atau Rp 5.000-Rp 6.000/kg, selayaknya harga gabah petani Indonesia minimal Rp 2.500-Rp 3.000/kg. Sementara itu, Pemprov Jateng mencairkan dana talangan Rp 50 miliar untuk membeli gabah petani, Rp 2.000/kg GKP, karena terlambatnya Satuan Tugas Perum Bulog Jateng membeli gabah petani. Kepala Humas Perum Bulog Divisi Regional Jateng Siti Farida mengakui, Bulog tak dapat segera membeli gabah petani karena harus menjaga mutu gabah sesuai ketentuan pemerintah. (LKT/MAS/CHE/WHO) Sumber: Kompas

Tidak ada komentar:

Posting Komentar