Rabu, 11 Maret 2009

Sulawesi Tenggara : Keseimbangan Politik Darat dan Kepulauan

Sulawesi Tenggara : Keseimbangan Politik Darat dan Kepulauan
Rabu, 25 Februari 2009 | 00:23 WIB

Jazirah Sulawesi Tenggara (Sultra) terbagi atas dua kawasan yang, meskipun berbeda identitas kultur dan budayanya, selalu menjaga keharmonisan dalam keseimbangan kekuasaan. Keduanya adalah wilayah daratan yang berada di kaki kanan bagian bawah Pulau Sulawesi serta wilayah kepulauan yang terserak di sekitarnya.

Wilayah daratan dan kepulauan Sultra didiami empat kelompok suku dominan, yaitu Tolaki, Muna, Buton, dan Moronene. Suku Tolaki yang jumlahnya diperkirakan sekitar 16 persen (termasuk di dalamnya subetnis Mekongga) serta suku Moronene adalah suku-suku asli yang lebih banyak tinggal di daratan. Suku ini tersebar di Kolaka, Kolaka Utara, Kota Kendari, Konawe, Konawe Selatan, Konawe Utara, dan Bombana.

Sementara itu, suku asli kepulauan adalah suku Muna dan Buton. Etnis ini banyak menghuni wilayah Muna, Buton, Buton Utara, Kota Bau-Bau, Wakatobi, dan pulau-pulau kecil di sekitarnya. Sedangkan kaum pendatang yang umumnya etnis Jawa, Tionghoa, Minang, Bali, dan lain-lain banyak menetap di pesisir barat Sultra, Kota Kendari, serta sebagian wilayah kepulauan. Selain itu, ada suku Bugis yang banyak berdiam di Kabupaten Kolaka dan Bajau yang banyak bermukim di Muna.

Meski terdapat empat kelompok suku dominan di provinsi ini, namun Tolaki dan Buton bisa dibilang dua suku yang paling menonjol. Pada masa lalu, kedua suku tersebut diidentikkan dengan dua kerajaan besar yang pernah ada di sini.

Kerajaan Wolio berdiri di Buton sekitar abad ke-13. Beberapa wilayah bawahan yang dikuasai, yakni Kerajaan Muna di Pulau Muna, Kerajaan Kamaru di Buton Timur, dan Kerajaan Tobe-tobe di Buton Barat. Pada abad ke-16, dengan dijadikannya Islam sebagai agama bagi seluruh warga masyarakat Buton, bentuk pemerintahan berubah menjadi kesultanan yang lalu mampu bertahan hingga empat abad lamanya.

Kerajaan besar lain adalah Konawe, yang berpusat di Unaaha, Kabupaten Konawe saat ini. Kerajaan Konawe yang berdiri pada abad ke-15 sanggup mempertahankan kekuasaannya hingga akhir abad ke-19, sebelum digantikan oleh Kerajaan Laiwoi yang didukung Pemerintah Hindia Belanda.

Kedua suku tersebut kerap menjadi poros dalam pergerakan dan perubahan sosial politik di ”Bumi Anoa” itu. Baik suku Tolaki maupun Buton (dan Muna) menjadi pertimbangan khusus dalam setiap pembagian kue politik di Sultra. Keseimbangan porsi kekuasaan antarsuku adalah prinsip yang biasa menjadi acuan dalam mendukung sebuah kepemimpinan. ”Selama ini tidak ada gesekan yang berarti di antara kedua suku dominan di Sultra itu. Masing-masing bisa berkembang, baik dalam hal politik maupun dalam ekonomi. Bahkan, terkadang kepemimpinan dipegang secara bergilir, tidak didominasi oleh satu etnis,” ungkap Nasrudin Suyuti, Kepala Jurusan Antropologi Universitas Haluoleo. (Palupi Panca Astuti)

1 komentar:

  1. Kerajaan wuna mendominasi SULTRA semenjak zaman La kilaponto raja muna ke 7 sultan buton 1 dan raja tolaki dikendari. jadi etnis besar tersebut semua memakai syarat dan idiologi sugimanuruyang di sebarkan oleh lakilaponto yang sesuai denga Nilai-nilai islam di SULTA. wsalam (By Etnografish Overzich van Moena)J Couvreur 1933-135 M

    BalasHapus