Rabu, 11 Maret 2009

Pentingnya Memacu Investasi Sektor Pertanian

Pentingnya Memacu Investasi Sektor Pertanian
Written by Indra
Thursday, 21 August 2008
brigten.or.id

Sektor pertanian masih memegang peranan penting bagi perekonomian nasional. Setidaknya ada empat hal yang dapat dijadikan alasan. Pertama, Indonesia merupakan negara berkembang yang masih relatif tertinggal dalam penguasaan Iptek muktahir serta masih menghadapi kendala keterbatasan modal, jelas belum memiliki keunggulan komparatif (comparative advantage) pada sektor ekonomi yang berbasis Iptek dan padat modal. Oleh karena itu pembangunan ekonomi Indonesia sudah selayaknya dititikberatkan pada pembangunan sektor-sektor ekonomi yang berbasis pada sumberdaya alam, padat tenaga kerja, dan berorientasi pada pasar domestik. Dalam hal ini, sektor pertanianlah yang paling memenuhi persyaratan.

Kedua, menurut proyeksi penduduk yang dilakukan oleh BPS penduduk Indonesia diperkirakan sekitar 228-248 juta jiwa pada tahun 2008-2015. Kondisi ini merupakan tantangan berat sekaligus potensi yang sangat besar, baik dilihat dari sisi penawaran produk (produksi) maupun dari sisi permintaan produk (pasar) khususnya yang terkait dengan kebutuhan pangan. Selain itu ketersedian sumber daya alam berupa lahan dengan kondisi agroklimat yang cukup potensial untuk dieksplorasi dan dikembangkan sebagai usaha pertanian produktif merupakan daya tarik tersendiri bagi para investor untuk menanamkan modalnya.

Ketiga, walaupun kontribusi sektor pertanian bagi output nasional masih relatif kecil dibandingkan sektor lainnya yakni hanya sekitar 12,9 persen pada tahun 2006 namun sektor pertanian tetap merupakan salah satu sumber pertumbuhan output nasional yang penting. Berdasarkan data BPS, pada Bulan Februari 2007 tercatat sektor pertanian merupakan penyerap tenaga kerja terbesar, yakni sekitar 44 persen.

Keempat, sektor pertanian memiliki karakteristik yang unik khususnya dalam hal ketahanan sektor ini terhadap guncangan struktural dari perekonomian makro (Simatupang dan Dermoredjo, 2003 dalam Irawan, 2006). Hal ini ditunjukkan oleh fenomena dimana sektor ini tetap mampu tumbuh positif pada saat puncak krisis ekonomi sementara sektor ekonomi lainnya mengalami kontraksi. Saat kondisi parah dimana terjadi resesi dengan pertumbuhan PDB negatif sepanjang triwulan pertama 1998 sampai triwulan pertama 1999, nampak bahwa sektor pertanian tetap bisa tumbuh dimana pada triwulan 1 dan triwulan 3 tahun 1998 pertumbuhan sektor pertanian masing-masing 11,2 persen, sedangkan pada triwulan 1 tahun 1999 tumbuh 17,5 persen. Adapun umumnya sektor nonpertanian pada periode krisis ekonomi yang parah tersebut pertumbuhannya adalah negatif (Irawan, 2004, dalam Irawan, 2006).

Mengingat pentingnya peranan sektor pertanian dalam perekonomian nasional tersebut sudah seharusnya kebijakan-kebijakan negara berupa kebijakan fiskal, kebijakan moneter, serta kebijakan perdagangan tidak mengabaikan potensi sektor pertanian. Bahkan dalam beberapa kesempatan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyampaikan pentingnya sektor pertanian dengan menempatkan revitalisasi pertanian sebagai satu dari strategi tiga jalur (triple track strategy) untuk memulihkan dan membangun kembali ekonomi Indonesia. Salah satu tantangan utama dalam menggerakan kinerja dan memanfaatkan sektor pertanian ini adalah modal atau investasi. Pengembangan investasi di sektor pertanian diperlukan untuk dapat memacu pertumbuhan ekonomi, meningkatkan kesempatan kerja dan pendapatan petani, serta pengembangan wilayah khususnya wilayah perdesaan.

Keragaan Persetujuan Investasi PMDN dan PMA
Perkembangan persetujuan PMDN di sektor primer selama periode 2002-2006 bergerak cukup fluktuatif dengan nilai rata-rata Rp. 4.336, 38 milyar per tahun dan rata-rata pertumbuhan sekitar 34,86 persen per tahun. Di sektor primer, sektor pertanian menyumbang rata-rata Rp. 3.554,48 milyar per tahun dengan pangsa rata-rata 76,80 persen per tahun dalam kegiatan tanaman pangan, perkebunan, dan peternakan. Akan tetapi pangsa sektor pertanian terhadap total persetujuan PMDN masih relatif kecil dibandingkan sektor lainnya dengan rata-rata hanya 5,59 persen per tahun. Sementara itu, perkembangan persetujuan PMDN di sektor sekunder juga menunjukkan pergerakan yang fluktuatif dengan nilai rata-rata Rp. 45.125,74 milyar per tahun dengan rata-rata pertumbuhan 78,86 persen per tahun.

Di sektor sekunder ini, kontribusi sektor industri hasil pertanian cukup signifikan dibandingkan sektor lainnya. Selama periode tersebut tercatat rata-rata persetujuan PMDN di sektor industri hasil pertanian sebesar Rp 10.294,06 milyar per tahun dengan pangsa rata-rata 31,91 persen per tahun. Sektor industri hasil pertanian juga memberikan kontribusi yang berarti terhadap total persetujuan PMDN dengan pangsa rata-rata 21,50 persen dari kegiatan industri makanan, industri karet dan plastik, dan industri barang dari kulit dan alas kaki. Pada periode 2002-2004 terlihat bahwa pergerakan persetujuan PMDN di sektor primer dan sektor sekunder cenderung mengalami penurunan cukup signifikan, namun mulai meningkat lagi dan mencapai pertumbuhan positif pada tahun 2005 dan 2006.

Pada periode 2002-2006 perkembangan persetujuan PMA memiliki tren yang tidak jauh berbeda dengan perkembangan persetujuan PMDN. Selama periode 2002-2006 persetujuan PMA di sektor primer tercatat rata-rata sebesar 719,08 juta US$ per tahun dengan tingkat pertumbuhan 42,11 persen per tahun. Sektor pertanian tercatat memberikan kontribusi di sektor primer dengan pangsa rata-rata sebesar 57,89 persen per tahun. Kendati demikian kontribusi sektor pertanian terhadap total persetujuan PMA masih relatif kecil dibandingkan sektor lainnya, yakni hanya sekitar 3,21 persen per tahun.

Sementara itu, perkembangan persetujuan PMA di sektor sekunder juga menunjukkan pergerakan yang fluktuatif dengan nilai rata-rata 5.925,88 juta US$ per tahun dengan rata-rata pertumbuhan 15 persen per tahun. Pada sektor sekunder ini, kontribusi sektor industri hasil pertanian masih relatif kecil dibandingkan sektor lainnya. Selama periode tersebut tercatat rata-rata persetujuan PMA di sektor industri hasil pertanian sebesar 800,44 juta US$ per tahun dengan pangsa rata-rata 13,92 persen per tahun. Sektor industri hasil pertanian juga belum memberikan kontribusi yang signifikan terhadap total persetujuan PMA dengan pangsa rata-rata hanya 6,61 persen per tahun. Pada Lampiran 2 terlihat bahwa pada periode 2002-2004 pergerakan persetujuan PMA di sektor primer dan sektor sekunder cenderung mengalami penurunan cukup signifikan, namun mulai meningkat lagi dan mencapai pertumbuhan positif pada tahun 2005 dan 2006.


Keragaan Realisasi Investasi PMDN dan PMA
Perkembangan realisasi PMDN di sektor primer selama periode 2002-2006 bergerak fluktuatif sejalan dengan pergerakan persetujuan PMDN dengan nilai rata-rata Rp. 2.316,88 milyar per tahun dan tingkat realisasi rata-rata sekitar 48,33 persen per tahun. Sektor pertanian yang menyumbang persetujuan PMDN di sektor primer dengan pangsa rata-rata 76,80 persen per tahun hanya memiliki tingkat realisasi 35,41 persen. Sementara itu, perkembangan realisasi PMDN di sektor sekunder juga menunjukkan pergerakan yang fluktuatif dengan nilai rata-rata Rp. 12.159,9 milyar per tahun dengan tingkat realisasi rata-rata per tahun 41,6 persen per tahun. Di sektor sekunder ini, kontribusi sektor industri hasil pertanian memiliki tingkat realisasi rata-rata sekitar 40,10 persen per tahun pada periode 2002-2006.

Pada periode 2002-2006 perkembangan realisasi PMA di sektor primer tercatat rata-rata sebesar 321,02 juta US$ dengan tingkat realisasi rata-rata 53,43 persen per tahun. Sektor pertanian tercatat menyumbang rata-rata sebesar 202,7 juta US$ per tahun dengan pangsa rata-rata 57,36 persen per tahun dan tingkat realisasi rata-rata 69,80 persen per tahun. Sementara itu perkembangan realisasi PMA di sektor sekunder selama periode 2002-2006 tercatat sebesar 631,56 juta US$ per tahun dengan tingkat realisasi rata-rata sekitar 45,40 persen per tahun. Nilai realisasi sektor industri pertanian tercatat rata-rata sebesar 631,56 juta US$ dengan pangsa rata-rata 24,15 persen per tahun dan tingkat realisas rata-rata 77,90 persen per tahun.

Dinamika Penyerapan Tenaga Kerja PMDN dan PMA
Penyerapan tenaga kerja PMDN di sektor primer selama periode 2002-2006 tercatat rata-rata hampir 18.000 tenaga kerja per tahun dimana sektor pertanian menyumbang rata-rata 85,26 persen per tahun dari kegiatan tanaman pangan, perkebunan dan peternakan. Sektor pertanian yang menyumbang rata-rata 6,99 persen per tahun bagi total realisasi PMDN memiliki kontribusi yang berarti dengan menyumbang rata-rata 19,58 persen per tahun dalam penyerapan total tenaga kerja PMDN. Sementara itu penyerapan tenaga kerja PMDN di sektor sekunder tercatat rata-rata lebih dari 48.800 tenaga kerja per tahun dimana sektor industri hasil pertanian menyumbang rata-rata lebih dari 52 persen per tahun dari kegiatan industri makanan, industri tekstil, dan industri barang dari kulit dan alas kaki. Walaupun sektor industri pertanian hanya menyumbang sekitar 25 persen per tahun terhadap total realisasi PMDN namun kontribusi sektor industri hasil pertanian terhadap total penyerapan tenaga kerja PMDN tercatat rata-rata lebih dari 36 persen per tahun.

Selama periode 2002-2006 penyerapan tenaga kerja PMA di sektor primer tercatat rata-rata lebih dari 16.000 tenaga kerja per tahun dimana sektor pertanian berkontribusi rata-rata sekitar 75 persen per tahun dari kegiatan tanaman pangan, perkebunan, dan peternakan. Kendati sektor pertanian hanya berkontribusi rata-rata kurang dari 4 persen per tahun bagi total realisasi PMA namun sektor ini mampu menyerap tenaga kerja rata-rata hampir 9 persen dari total penyerapan tenaga kerja PMA. Penyerapan tenaga kerja PMA di sektor primer tercatat rata-rata hampir 97.000 tenaga kerja per tahun dimana sektor industri hasil pertanian menyumbang rata-rata lebih dari 47 persen tenaga kerja per tahun dari kegiatan kegiatan industri makanan, industri tekstil, dan industri barang dari kulit dan alas kaki. Sektor industri hasil pertanian yang menyumbang rata-rata 11,92 persen per tahun bagi realisasi total nilai PMA mampu memberikan kontribusi penyerapan tenaga kerja lebih dari 33 persen per tahun dari total penterapan tenaga kerja PMA.

Penutup
Secara umum perkembangan investasi di Indonesia menunjukkan perubahan yang fluktuatif dimana pada periode 2002-2004 pergerakan inflasi cenderung menurun namun mulai meningkat kembali dan mencapai pertumbuhan positif pada tahun 2005 dan 2006. Kondisi ini tentunya amat dipengaruhi oleh kebijakan penanaman modal dan ekonomi yang berlaku pada setiap periode tersebut. Pangsa investasi sektor pertanian di Indonesia masih relatif kecil dibandingkan dengan beberapa sektor lainnya, padahal investasi di sektor ini telah mampu men-generate jumlah tenaga kerja yang cukup signifikan dibandingkan sektor lainnya. Artinya investasi sektor ini terbukti mampu menciptakan lapangan pekerjaan baru khususnya di wilayah perdesaan. Dengan terciptanya lapangan perkerjaan ini diharapkan selain mampu menciptakan sumber-sumber pertumbuhan baru juga mampu mengurangi jumlah pengangguran dan kemiskinan yang selama ini melekat di wilayah perdesaan.

Dalam pertemuan G-33 di Jakarta bahkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menegaskan bahwa sektor pertanian sangat penting bagi strategi pembangunan Indonesia, karena sektor tersebut tidak hanya mempengaruhi pendapatan masyarakat Indonesia. Sektor tersebut tidak hanya mempengaruhi pendapatan masyarakat pedesaan dan sumber penghidupan bagi sekitar 25 juta petani, tetapi juga menentukan kelangsungan hidup bagi 50 persen masyarakat miskin Indonesia. Mengingat pentingnya peranan sektor pertanian dalam perekonomian nasional tersebut sudah seharusnya kebijakan-kebijakan negara berupa kebijakan fiskal, kebijakan moneter, serta kebijakan perdagangan tidak mengabaikan potensi sektor pertanian.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar